myidaayu.com

Membangun Ketangguhan Anak, Apa Yang Perlu Kita Lakukan?

11 komentar
Assalamu’alaikum…

Membangun ketangguhan anak menjadi tugas kita sebagai orang tua, namun demikian sudahkah kita memaksimalkan segala daya dan upaya untuk bisa melakukannya?

generasi resillience

 

Februari lalu aku mengikuti sebuah event yang memberi aku banyak pelajaran dan pengalaman. Event tersebut adalah Blossom (Blast of Awesome Moment).

Blossom (Blast of Awesome Moment)

Acara ini diselenggarakan dalam rangka merayakan milad Ibu Professional Surabaya Madura (Suramadu) yang ke dua. Mengusung tema “Keluarga Tangguh” dengan jargonnya More care, more love, more power. Ibu Profesional Suramadu berharap dengan jargon tersebut mereka mampu berbagi ilmu dan energi untuk menjadi inspirasi bagi ayah bunda pembelajar dalam mewujudkan keluarga tangguh versi masing-masing.

Sebenarnya aku bukan member Ibu Profesional, namun aku sangat tertarik dengan iklan yang saat itu terpajang di wa story seorang teman. Beruntung sekali acara ini di buka untuk umum, sehingga aku bisa ikut mendaftar dan belajar disana.

 
event



Dalam acara ini Parade kulzoom Berlangsung 6 hari, yaitu tanggal 4-5 Februari 2022 kemudian dilanjut tanggal 10-13 februari 2022 dengan berbagai tema pembahasan yang sangat menarik dan bermanfaat.

Dalam rangka merayakan milad ini banyak sekali sponsor yang turut serta ikut meramaikan diantaranya Kidzoona, Verapancawarna, SmartQurban, Karita, Lovely Toys Rental, Mamau Kiddo, Wardah, Prodia, Azaleea, RSTM, Hijab Arrafi, Madu Onggu, dll. Dengan banyaknya sponsor yang bergabung maka acara menjadi semakin menarik karena banyak sekali hadiah yang dapat peserta peroleh.

Namun diantara semua itu, materi yang disuguhkan dalam tiap kulzoom-lah yang paling menarik. Enam materi yang semuanya adalah bahasan yang sangat bermanfaat dihadirkan oleh narasumber-narasumber hebat.

Membangun Ketangguhan Anak menjadi Generasi Agile

Seperti yang telah aku sampaikan dalam artikel alasanku ngeblog bahwa harapanku nantinya blog ini bisa menjadi wadah bagiku untuk menuliskan pengalaman belajarku sehingga bisa senantiasa menjadi pengingat diri. Dan berharap dari tulisan ini juga manfaat dapat diambil oleh sobat readers semua. Oleh karena itu aku ingin sedikit menuliskan pelajaran yang aku peroleh saat mengikuti Blossom ini.

Sebuah materi berjudul “Membangun Ketangguhan Anak menjadi Generasi Agile (Neuroparenting)” dihadirkan sebagai materi ke lima pada tanggal 12 Februari 2022 di kulzoom ini. Narasumbernya adalah DR Amir Zuhdi yang merupakan CEO dan Founder Amir Zuhdi Brain Institute.

Menurut DR Amir Zuhdi, neuroparenting adalah model pengasuhan anak berbasis kinerja otak dengan framework membekali anak kemampuan kepemimpinan diri agar supaya dapat memimpin dirinya sendiri. Dalam kepemimpinan diri sendiri ini terdapat tiga keterampilan yaitu memutuskan, merencanakan, dan menilai baik dan buruk.

Nah, tugas orang tua adalah untuk membangun karakter anak. Ada tiga karakter besar yaitu Recilience, Smart dan Moral. Dan untuk bisa melakukannya orang tua perlu memeiliki kemampuan nurturing yaitu kemampuan berpikir rasional dan kemampuan berpikir emosi. Sementara kemampuan ke dua yang perlu dimiliki orang tua adalah kemampuan coaching.

Dalam pemaparannya, Komisaris Utama PT Neuronesia Neurosains Indonesia ini mengatakan bahwa tangguh (ketangguhan/resilience) memiliki definisi kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesulitan dan sanggup untuk bertahan hidup. Anak-anak perlu memiliki kemampuan resilience ini karena ini akan menjadi cikal bakal membangun keterampilan kendali diri (self control) saat mereka remaja.

Ketangguhan itu bukan membicarakan tentang berapa banyaknya (berapa kali) jatuh tetapi tentang berapa kali melenting (bangkit lagi).


Mendidik Anak Menjadi Pribadi Tangguh

Bagaimana supaya orang tua dapat mendidik anak-anaknya menjadi pribadi tangguh (resillience) yang agile, yuk simak disini ya Sobat Readers!

1. Pengalaman Emosi

Bangun pengalaman emosi yang menyenangkan dan mendorong keingintahuan anak. Pengalaman emosi berkontribusi terhadap pembentukan pola pikir anak. Pengalaman emosi ini perlu di bentuk sejak anak usia 0 sampai 8 tahun. Pengalaman emosi yang konstruktif akan membangun pola berpikir yang konstruktif.

Pengalaman emosi disini artinya anak-anak merasakan kesenangan setelah berhasil menyelesaikan sesuatu yang sulit (menurutnya). Contohnya anak yg sedang berusaha (belajar) memanjat pohon, dia akan berkali-kali terperosot ke bawah dan berusaha naik kembali, ini tentu adalah keadaan yang sulit namun si anak merasakan bahagia atau senang. Pengalaman emosi yang orang tua bangun sejak anak usia 0-8 tahun akan membentuk pola pikir anak, yang akan berguna pada masa remajanya.

Untuk bisa melatih anak menjadi anak tangguh maka orang tuanya harus tangguh, untuk bisa menjadi tangguh maka salah satu yang perlu dikelola adalah emosinya.

Orang tua bisa melatih anak dengan cara memberikan latihan-latihan (dengan sesi yang sesuai) yang menantang dan menyenangkan, kemudian dalam prosesnya selalu support anak dengan kata-kata baik yang menyemangatinya serta arahkan menuju tingkatan kemampuan yang lebih tinggi.

2. Daya Ungkit

Latih daya ungkit anak ketika anak pada keadaan kaku (tidak agile) atau bosan dengan cara menemukan hal-hal yang menarik dan me-recall pengalaman suksesnya yang dahulu.

Memori di otak yang berisi “file kesuksesan” berkontribusi dalam mewujudkan perilaku sukses, demikian juga sebaliknya. Orang tua dapat membimbing anak untuk mengingat kembali “pengalaman sukses”nya sehingga anak akan kembali bersemangat.


cara mendidik anak

3. Pikiran Lincah

Bangun pikiran-pikiran lincah dengan tidak memberi anak kata-kata ancaman yang membuatnya susah berpikir maju serta khawatir. Kemudian bimbing anak menemukan ide-ide baru.

Pada prinsipnya otak kita selalu mengarahkan kita pada dua perilaku yaitu menjauhi ancaman dan mengejar hadiah. Oleh karenanya sebagai orang tua kita perlu belajar mengendalikan setiap tindakan serta ucapan kita agar tidak menjadi “ancaman” bagi anak untuk menuju sukses.

Ancaman ini bisa berupa omelan atau gertakan. Serta perlu kita pahami bahwa hadiah menurut anak itu bisa berupa perhatian, pujian, ucapan terimakasih serta kalimat baik lainnya sehingga bukan selalu hadiah berupa barang.

4. Membangun Harapan

Bangun harapan dengan menceritakan pengalaman sukses orang lain atau tokoh sukses dan kemudian menghadirkan harapan tersebut dalam doa.

Saat anak merasa diri tidak mampu melakukan sesuatu maka sebagai orang tua kita bisa arahkan anak dengan menunjukkan bahwa sudah pernah ada seseorang yang juga mencoba melakukan (apa yang sedang anak lakukan saat itu) dan berhasil sukses.

Kita bisa menceritakan pengalaman orang lain, membacakan buku cerita tokoh yang sukses, bahkan lebih baik lagi ketika bisa memperkenalkan mereka dengan orang-orang sukses di sekitarnya. Kita juga dapat mengikutkan anak dalam kelas-kelas magang yang sesuai tahapan usianya.

Pada anak-anak kita perlu selalu membangun harapan (mulai dari harapan-harapan kecil) yang terus kita kawal dan rajut menjadi harapan-harapan besar. Dan Ketika harapan-harapan besar itu terbentuk maka perlu kita bimbing mereka untuk memasukkan harapan tersebut dalam doa. Harapan yang dimasukkan dalam doa akan jadi nampak lebih nyata sehingga akan lebih memberi dorongan untuk menggapai sukses.

Karakteristik Anak Tangguh

Ketangguhan merupakan kapasitas otak manusia. Ketangguhan ini harus dijadikan kebiasaan yang kemudian akan menjadi karakter. Terdapat tiga karakter anak tangguh, yaitu:

1. Anak yang memiliki kemampuan untuk bahagia/bergembira untuk sukses lagi setelah sesuatu yang sulit atau buruk terjadi pada dirinya. Anak-anak Tangguh tidak akan “terkunci” oleh pikiran buruk masa lalu.

2. Anak yang Tangguh memiliki kemampuan mengelola rasa cemas /takut.

3. Untuk mendapatkan karakter 1 dan 2, Anak membutuhkan orangtua yang bahagia dan tangguh, agar dapat melatih diri anak menjadi pribadi-pribadi tangguh. Karena awal anak belajar itu dengan mencontoh, tentu orang tuanya yang menjadi contoh pertama mereka.

Untuk bisa menjadi tangguh (yang ditandai dengan anak lincah dalam mendapatkan ide), maka orang tua perlu memberikan pengalaman-pengalaman yang konstruktif (menyenangkan).

Pertanyaan Dariku

Menjelang waktu berakhirnya kulzoom maka dibuka sesi tanya jawab. Beruntung Aku mendapatkan kesempatan bertanya pada kulzoom ini. Tentu saja tidak aku sia-siakan kesempatan itu. Aku menanyakan perihal kegalauanku tentang tumbuh kembang anakku.

Alula, putri pertamaku. Walaupun anak perempuan dia sangat aktif, tidak bisa diam. Di usianya yang baru 5 tahun kekhawatiranku muncul ketika seringkali dia merasa bosan pada apa yang dia mainkan, Alula juga seringkali memainkan sesuatu menurut imajinasinya sendiri (seperti mainan ponsel menjadi steteskop, dll).

Muncul dalam benakku pertanyaan apakah dia tidak tangguh? Kenapa aku tidak melihat “sukses” (menurut versiku, misal anak bermain susun balok lego maka dia bisa membuat bentuk pesawat dll)? Ini lah yang kemudian aku sampaikan menjadi sebuah pertanyaan.


 
cara menguatkan mental anak

 

dr.  Amir Zuhdi menjawab bahwasannya kitalah yang harus terus belajar dari anak-anak kita. Cara memahami anak adalah tidak menyuruh anak melihat kita, namun kitalah yang harus melihat anak. Di usianya yang baru 5 tahun, otaknya masih dalam taraf tumbuh dan berkembang tentu berbeda denganku yang sudah dewasa maka tak boleh aku memaksakan versi suksesku padanya.

Tiap anak memiliki versi suksesnya yang ditandai dengan dia akan tertawa dan bahagia ketika merasa berhasil menyelesaikan sesuatu. Inilah yang akan menjadi pengalaman emosi yang konstruktif. Sebagai orang tua kewajiban kita adalah memahami mereka kemudian mengarahkan pada tingkatan (sukses) yang lebih baik.

Jawaban ini cukup membuatku merasa “terjewer”, rupanya aku belum cukup mampu memahami dan bersabar menghadapi Alula, masih perlu selalu belajar tentang parenting.

Menurut dr. Amir Zuhdi, ketika anak melakukan sesuatu, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana cara kita supaya anak bisa mengexplore lebih lanjut. Misalnya sebuah mainan, salah satu cara mengeksplorenya adalah anak mampu menceritakan tentang mainan itu (menurut versinya). Anak yang memiliki ide berbeda, namun bisa menceritakan idenya dengan baik itu merupakan hal yang bagus, menandakan otak imajinasinya berkembang dengan baik.

Closing statement

Tiba di penghujung acara maka dr. Amir Zuhdi memberikan closing statement yang cukup menggerakkan hatiku sebagai orang tua.

Bahwa membekali anak menjadi Tangguh itu adalah sesuatu yang wajib, berdosa rasanya jika kita tidak menjadikan mereka tangguh, kenapa? Karena Allah telah menyiapkan perangkat itu (otak), dan kita hanya perlu memberikan sedikit fasilitas saja maka anak itu akan menjadi anak tangguh.


Demikian sedikit ceritaku tentang event Blossom yang pernah aku ikuti. Semoga sedikit ulasan tentang mengembangkan ketangguhan anak ini bermanfaat ya. Nah, kalau Sobat Readers apa saja ni yang sudah dilakukan untuk menjadikan anak tangguh?





 

Related Posts

11 komentar

  1. Sangat tidak mudah ya mbak tapi kudu tetap berjuang tetep tangguh! Semangat!

    BalasHapus
  2. Artikelnya bagus banget mbak.. Aq harus banyak belajar lagi ini buat jadi ibu yang extra lagi masih suka kasih ancaman cuma ya nggak parah banget sie tapi ternyata nggak baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mb...yuk semangat jd ortu yg hebat y mb!

      Hapus
  3. Tangguh .... pas denger kata ini tuh kaya inget sesuatu. Btw ini pembahasannya berbobot banget Mba :)

    BalasHapus
  4. Ya ampun berasa diingetin sama pola asuh aku ini mbak. Gak kepikiran untuk menjadikan tangguh dan jiwa pemimpin. Aku juga baru tau istilah neuroparenting. Bener2 hebat ini komunitasnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hrs dr sejak kecil mb ditanamkan...nt berguna unt masa remajany

      Hapus
  5. Memiliki anak yang tangguh merupakan impian semua orang tua, tetapi jalan untuk mencapainya sangat menantang. Semoga kita dimampukan, ya.

    BalasHapus
  6. wah ternyata harus terbalik ya kalau mengedukasi..kita yang memahami anak dulu jangan langsung push anak suruh mencontoh kita secara keras
    salam kenal ida ayu..sukses selalu

    BalasHapus

Posting Komentar